Kemenangan
Gambang Keromong
Penonton
tercekat lalu menahan napas. Kesegaran alunan okestra gambang keromong asli
Betawi terpotong adegan tawuran pelajar. Jayadi, tokoh muda pelestari gambang
keromong yang menjadi pujaan penonton, tiba-tiba mati jadi korban tawuran.
Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun
ke-486 Jakarta., Teater Abnon mementaskan lakon Soekma Djaja di Gedung Kesenian
Jakarta (GKJ), 5-6 Juni. Sandiwara Betawi ini memotret kehidupan keluarga
musisi gambang keromong Maman Djaja.
Maman yang diperanakan Abang Jakarta
Utara 1987, Doddy Eriandoko, sekuat tenaga melestarikan gambang keromong. Untuk
menghidupi kelompok gambang keromong Sokma Djaja, Maman terpaksa menggiring
anak buahnya mengamen di jalanan.
Sama persis seperti seperti kondisi
grup-grup gambang keromong yang saat ini masih tersisa di Jakarta, Soekma Djaja
lantas bertahan hidup dari mengamen. Mereka harus bersaing dengan hiburan
modern, sperti organ tunggal untuk mendapat tawaran tampil di ajang kawinan
atau sunatan.
Anak bungsu Maman, Jayadi, yang
diperankan Abang Jakarta Selatan 2012, Luthfi Ardiansyah, menjadi tulang
punggung memimpin Soekma Djaja. Sementara kakaknya, Jaelani, yang diperankan
Abang Jakarta Barat 2012, Bob Trian Tanamas, justru tidak sudi melestarikan
gambang kromong.
Menyanyikan lagu Betawi,
“Kicir-kicir”, berlanjut dengan lagu “jali-jali” grup Soekma Djaja muncul dari
belakang deretan kursi penonton. Sambil memainkan musik gambang kromo, tim
kecil ini juga membawa sepasang boneka Ondel-ondel. Untuk menambah daya tarik
rombongan Soekma Djaja mewarnai pertunjukkan dengan tari Cokek. Gambang kromong
biasanya mengiringi lagu yang bersaut-sautan antara pria dan wanita berisi
humor atau sindiran.
Setelah lelah berkeliling lima
pemuda dan satu Pemudi Betawi yang tergabung dalam Soekma Djaja akhirnya
pulang. Sambil menyantap nasi berkat Kenduri tujuh bulaanan dari tetangga,
Jayadi dan kawan-kawannya menghitung hasil mengamen.
Perang mulutpun terjadi ketika si
sulung pulang Jaylani menolak makan sayur kembang pepaya yang diberikan si
Nyak. Jay mengaku malu karena tidak dapat menyamain gaya hidup teman kampusnya.
Makin
langka
Seni gambang kromo semakin langka. Di
ibukota hanya tersisa dua grup gambang kromong asli, yaitu jali putra, dan
sinar pusaka.
Penata
musk dari Altajaru Ensamble, Iman Firmansyah, meneritakan betapa susahnya
kehidupan seniman gambang kromong. Grup gambang kromong juga harus menyayikan
musik lain seperti pop, atau dangdut. Altajaru Ensamble yang terdiri dari
mahasiswa IKJ mencoba mencoba meminkan gambang kromong dengan gaya baru,dengan
menambahkan alat musik seperti drum.
Dari sejarahnya, orkes gambang
kromong terkait erat dengan budaya cina peranakan. Gambang kromong populer pada
tahun 1930-an. Alat musik gambang kromong terdiri dari gambang kayu dang kromongyang
terdiri dari bonang lima nada, dan dilengkapi dengan alat musik cina yaitu dua
alat gesek ohyan dan gihyanyang berbentuk seperti rebab dengan resonator dari
tempurung kelapa.
KARENA
CINTA
Setelah
kematian Jayadi, barulah menumbuhkan kesadaran Jay untuk tetap melestarikan gambang kromong, dengan dibantu
teman-teman kuliahnya Jay dibantu untuk tetep melestarikan gambang kromong. Dalam
pementasan Teater Abnon segera berubah ceria setalah diiringi lagu laju-laju,
dan 12 none jakarta menari dalam balutan baju tradisional betawi. Kesenian khas
bela diri betawi juga dipertontonkan, semua ini dengan menggunakan iringan
gambang kromong. Karya Soekma Djaja ini
sekaligus menjadi ajang pembuka Anniversay Festival.
Jika bukan karena cinta, produser Soekma Djaja Maudy Kousnaedi sudahg
menyerah dalam melestarikan kebudayaan betawi ini, agar masyarakat menyadari keberadaan
kesenian yang hampir terlupakan ini.
“Soekma
berarti hati, sedangkan Djaja berarti
kemenangan, yang berarti kemenangan hati. Itulah yang diharapkan oleh seniman
gambang kromong ditengah derasnya gerusan zaman.
sumber: kompas, minggu, 9 Juni 2013
sumber: kompas, minggu, 9 Juni 2013